SYOK KARDIOGENIK
A. Pengertian
Syok Kardiogenik
adalah suatu sindrom klinis dimana jantung tidak mampu memompakan darah secara
adekuat untuk memenuhi kebutuhaan metabolisme tubuh akibat disfungsi otot
jantung
Syok kardiogenik merupakan sindrom
gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang
abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga
kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak
adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Syok
kardiogenik terjadi ketika kemampuan jantung untuk memompa darah mengalami
kerusakan. Curah jantung merupakan fungsi baik untuk volume sekuncup maupun
frekuensi jantung. Jika volume sekuncup dan frekuensi jantung menurun atau
menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun dan perfusi jaringan akan
terganggu. Bersama dengan jaringan dan organ lain mengalami penurunan suplai
darah, otot jantung sendiri menerima darah yang tidak mencukupi dan mengalami
kerusakan perfusi jaringan. Pasien dalam syok kardiogenik dapat mengalami agina
dan terjadi disritmia. (Burnner & Suddarth, 2001)
Kardiogenik syok adalah keadaan
menurunnya cardiac output dan terjadinya hipoksia jaringan sebagai akibat dari
tidak adekuatnya volume intravaskular. Kriteria hemodiamik hipotensi terus
menerus (tekanan darah sistolik < 90 mmHg lebih dari 90 menit) dan
bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2) dan meningginya tekanan
kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan oleh infark miokardial
akut (Hollenberg, 2004).
B.
Etiologi
1. Gangguan
kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel
kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi
iskemik.
4. Komplikasi dari infark
miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark
ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok
kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil.
5. Valvular
stenosis.
6. Myocarditis (
inflamasi miokardium, peradangan otot jantung).
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot
jantung yang tidak diketahui penyebabnya ).
8. Acute mitral
regurgitation.
9. Valvular heart
disease.
10. Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.
Penyebab syok kardiogenik dapat
mempunyai etiologi koroner atau nonkoroner (lihat tabel 15-5 untuk kondisi yang
menempatkan pasien berisiko untuk mengalami syok kardiogenik). Syok kadiogenik
koroner lebih umum terjadi daripada syok kardiogenik nonkoroner dan terjadi
lebih sering pada pasien infark miokardium dimana terjadi kerusakan luas
ventikular (>40%), terutama pada dinding anterior miokardium (Burnner &
Suddarth, 2001).
Sebagian besar disebabkan oleh infark
miokardial akut (Hollenberg, 2004)
Gangguan fungsi miokard :Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark
ventrikel kanan.
Kardiomiopati
Tamponade
jantung
Emboli paru
disritmia
C. Klasifikasi
Syok dapat
dapat dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat:
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis
dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel
yang hebat tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
D. Manifestasi Klinis
Keluhan Utama Syok
Kardiogenik :
1. Oliguri (urin < 20
mL/jam).
3. Nyeri substernal
seperti IMA.
Tanda Penting Syok
Kardiogenik :
1. Tensi turun < 80-90
mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali
ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan
paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat
lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi
keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.
Gambaran syok
pada umumnya, seperti takikardi, oligouri, vasokontriksi perifer, asidosis
metabolik merupakan gambaran klinik pada kardiogenik syok. Arythmia akan muncul
dalam bentuk yang bervariasi yang merupakan perubahan ekstrem dari kenaikan
denyut jantung, ataupun kerusakan miokard. Dengan adanya kerusakan miokard,
enzim-enzim kardiak pada pemeriksaan laboratorium akan meningkat (Raharjo, S.,
(1997). Sebagian besar penderita kardiogenik syok dengan edema paru disertai
naiknya PCWP, LVEDP (Left Ventrikel Diastolic Pressure). Edema paru akan
mencetuskan dyspnoe yang berat ditunjukkan dengan meningkatnya kerja nafas,
sianosis, serta krepitasi. Sedang kardiogenik syok yang tidak tertangani akan
diikuti gagal multi organ, metabolik asidosis, kesadaran yang menurun sampai
koma, yang semakin mempersulit penanganannya. Tanda karakteristik syok
kardiogenik adalah penurunan curah jantung dengan kenaikan tekanan vena sentral
yang nyata dan takikardia. Tahanan vascular sistemik umumnya juga meningkat.
Bila perangsangan vagus meningkat misalnya pada IM inferior, dapat terjadi
bradikardia (Daclhlan, R., & Nizar, R., (1989),
E. Patofisiologi
LV = left ventricle
SVR = systemic
vascular resistance
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan
kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada
kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan
memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah
menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2,
maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I,
1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan
semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim
kardial, serta peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung
pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen
debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi
bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen
debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan
kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis
untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary
wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan
hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan
meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan
"After load" (Raharjo, S., 1997). Gambar akhir hemodinamik,
penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
Respon neurohormonal dan
reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta
kontraktilitas miokard. Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan
kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada
kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk
keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan
apabila “Cardiac Index” kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik
syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994). Hipoperfusi miokard,
diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin memperjelek
keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta
peningkatan asam laktat. Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2)
tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin
besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif
resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang “supplay-dependent”, “oxygen debt”
dan asidosis. Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan
tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan
hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan “Pulmonary
capilary wedge pressure” (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan
menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik
yang akan meninggikan SVR (“Sistimik Vaskuler Resistan”) dan meninggikan “After
load” (Raharjo, S., 1997)
E. Komplikasi
1. Cardiopulmonary arrest
2. Disritmia
3. Gagal multisistem
organ
5. Tromboemboli
F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : mengetahui
hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan
pola.
2. ECG : mengetahui
adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi,
disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen
dada : Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan
tekanan pulmonal.
4. Scan
Jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
jantung.
5. Kateterisasi jantung : Tekanan
abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan
dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
6. Elektrolit : mungkin
berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
7. Oksimetri nadi : Saturasi
Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD : Gagal ventrikel kiri ditandai
alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan
karbondioksida.
9. Enzim jantung :
meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark
miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH,
isoenzim LDH).
G. Penatalaksanaan
Keperawatan
1. Pastikan jalan nafas
tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2. Berikan oksigen 8 - 15
liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg
3. Rasa nyeri akibat
infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian
morfin.
4. Koreksi hipoksia,
gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
5. Bila mungkin pasang
CVP.
6. Pemasangan kateter
Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medis :
1. Morfin sulfat 4-8 mg
IV, bila nyeri.
2. Anti ansietas, bila
cemas.
3. Digitalis, bila
takiaritmi dan atrium fibrilasi.
4. Sulfas atropin, bila
frekuensi jantung < 50x/menit.
5. Dopamin dan dobutamin
(inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
6. Dobutamin 2,5-10
mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
7. Norepinefrin 2-20
mikrogram/kg/m.
8. Diuretik/furosemid
40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
9. Digitalis bila ada
fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
H. Pengkajian
Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan
kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan
napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan
napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti
snoring.
2. Breathing: frekuensi napas, apakah ada
penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas.
Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3. Circulation: dilakukan pengkajian tentang
volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga
meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai
tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
I.
Diagnosa keperawatan
b.KerusakanPertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
dPerubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.
e.Nyeri ( akut ) b/d iskemik jaringan sekunder akibat
sumbatan atau penyempitan arteri koroner.
f.Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
J. Intervensi
b.
Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membran kapiler-alveolar
Ditandai dengan :
-
takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori
pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus –
menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/
berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles
dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau
kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.
Intervensi dan Rasional
-
Auskultsi bunyi nafas, catat krekels,suara mengi.
Menyatakan adanya kongesti paru /
pengumpulan secret menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
-
Berikan posisi fowler/ semi fowler atau disesuaikan dengan kondisi pasien.
Dengan posisi fowler / semi fowler dapat
membantu pengembangan/ekspansi paru sehingga mempermudah pertukan gas pada
alveolar .
-
Kolaborasi dalam pemantauan gambaran seri GDA, nadi oksimetri.
Hipoksemia dapat menjadi berat selama
edema paru, hal ini terjadi pada GJK kronis maupun syok kardiogenik.
-
Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahaan sesuai indikasi .
Diharapkan dapat meningkatkan oksigen
alveolar, yang dapat memperbaiki/ menurunkan hipoksemia jaringan .
-
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik contoh furosemide
( lasix); brokodilator contoh amonofilin.
Diuretik diberikan untuk membantu
menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaraan gas.
Brokodilator meningkatkan aliran oksigen
dengan mendilatasi jalan napas kecil dan mengeluarkan efek diuretic ringan
untuk menurunkan kongesti paru.
Evaluasi :
-
Ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukan oleh GDA /oksimetri
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
d.
Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan / penghentian aliran darah.
Ditandai dengan :
-
Tekanan arterial sistolik < 90 mmHG (hipotensi absolute) atau paling tidak
60 mmHg dibawah tekan basal ( hipotensi relative ), nadi cepat tidak kuat atau
lemah, tidak teratur, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis (
Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada punggung tangan
dan kaki kolaps, Gangguan fungsi mental, gelisah, berontak,apatis,
bingung.penurunan kesadaran hingga koma.
Intervensi dan Rasional.
-
Selidiki perubahan tiba-tiba atau gangguan mental kontinyu seperti cemas,
bingung, letargi, pingsan.
Perfusi cerebral secara langsung b.d
curah jantung dan dipengaruhi oleh elektrolit, Hypoxia , ataupun enboli
sistemik.
-
Lihat pucat, cyanosis, kulit dingin atau lembab dan catat kekuatan
nadi perifer.
Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh
penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit atau
perubahan denyut nadi.
-
Kaji tanda homan (nyeri pada betis dengan posisi dorsofleksi)eritema, edema.
Indicator trombosis
vena.
-
Berikan latihan kaki pasif, hindari latihan isometric.
Menurunkan statis vena, meningkatkan
aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboflebitis.Latihan isometric dapat
sangat mempengaruhi curah jantung dengan menin gkatkan kerja miokardia dan
konsumsi oksigen.
-
Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan.
Pompa jantung gagal
dapat mencetuskan distress pernafasan.
-
Kaji fungsi gastrointestinal, catat anorexia penurunan atau tidak ada bising
usus, mual atau muntah, distensi abdomen, konstipasi.
Penurunan aliran darah ke mesenterikus
dapat mengakibatkan disfungsi gastrointestinal, contoh : kehilangan
peristaltic.
-
Pemantauan pemasukan dan catat perubahan haluaran urin. Catat berat jenis
sesuai indikasi.
Penurunan pemasukan oleh kerena
mual terus menerus dapat dapat mengakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang
berdampak negative pada perfusi jaringan dan fungsi dari organ .Berat jenis
mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.
-
Kolaborasi dengan dokter dan laboratorium dalam pemeriksaan data laboratorium
seperti GDA, BUN, Kreatinin, Elektrolit.
Sebagai indicator fungsi / perfusi organ
.
-
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi . Misalnya :
Heparin/ natrium warfarin( caumadin ); Simetidine( tagamet); Ranitidine(Zantac)
; antasida.
Pemberian Heparine dosis rendah mungkin
diberikan secara profilaksis pada pasien resiko tinggi( Fibrilasi atrial,
kegemukan , aneurisma ventrikel, atau riwayat troboflebitis) dapat untuk
menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural. Simetidine(
tagamet); Ranitidine(Zantac) ; antasida diberikan untuk menurunkan atau
menetralkan asam lambung , mencegah ketidaknyamanan dan iritasi gaster,
khususnya adanya penurunan sirkulasi mukosa.
Evaluasi :
-
Perfusi adekuat secara individual, contoh kulit hangat dan kering, ada nadi
perifer yang kuat, tanda vital dalam batas normal,, pasien sadar /
berorientasi, keseimbangan pemasukan /pengeluaran;tak ada ditemukan edema,
bebas nyeri/ketidaknyamanan.
e.
Nyeri (Akut) b/d iskemik jaringan sekunder akibat sumbatan atau
penyempitan arteri koroner.
Ditandai dengan :
-
Wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat, kehilangan kontak
mata, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan, warna kulit/
kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran. skala biasanya 10 pada skala 1 – 10,
mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Intervensi dan Rasional ;
-
Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal
dan respon hemodinamik.
Variasi penampilan dan perilaku pasien
area nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. Pernafasan mungkin meningkat
sebagai akibat nyeri dan b.d cemas.
-
Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri termasuk lokasi intensitas, lamanya
kualitas dan penyebaran.
Nyeri sebagai pengalaman subyektif dan
harus digambarkan oleh pasien. Bila memungkinkan bantu pasien untuk menilai
nyeri dengan membandingkan dengan penganlaman yang lain.
-
Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina atau AMI.
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari
pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya
infark, emboli paru, atau perikarrditis.
-
Bila memungkinkan anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri atau memerlukan
peningkatan dosis. Dan untuk mengidentifikasi kiondisi pasien dengan segera
pada kondisi syok, sehingga kerusakan lanjut dapat dicegah.
-
Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan nyaman ( contoh ; sprai yang
kering / tak terlipat, gosokan punggung)
Menurunkan rangsangan eksternal dimana
ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan
terhadap situasi saat ini.
-
Observasi tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.
Pemberian obat narkotika dapat semakin
menurunnya tekanan darah/depresan pernafasan . kondisi ini dapat memperberat
kondisi syok.
-
Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan dengan kandungan nasal atau
masker sesuai indikasi.
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada
untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidak nyamanan sehubungan
dengan iskemik jaringan.
-
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi dan kondisi
pasien.
Anti angina contoh nitrogliserin (
nitri-bid, nitrostat, nitro-dur ) nitrat berguna untuk control nyeri dengan
efek fasodilatasi koroner yang meningaktkan aliran darah koroner dan ferfusi
miokardia. Efek fasodilatasi ferifer menurunkan folume darah kembali ke
jantung (freload), sehingga menurunkan kerja otot jantung dan kebutuhan
oksigen.
Evaluasi :
-
Perubahan menunjukan menurunnya tegangan akibat nyeri yang dirasakan pasien,
dengan respon tubuh menunjukan tidak adanya respon menangis, merintih,
meregang, mengeliat, menarik diri, dan perubahan frekuensi atau irama jantung,
TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban dalam batas normal.
f.
Intoleransi aktifitas b/d Ketidak seimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miokard.
Ditandai dengan :
-
Takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit /
kelembaban, kelemahan umum pada fisik.
Intervensi dan Rasional.
-
Tingkatkan istirahat ,batasi kunjungan pada kondisi nyeri/ respon
hemodinamika.
Menurunkan kerja miokardium/ konsumsi
oksigen, menurunkan resiko komplikasi yang lebih berat pada kondisi syok.
-
Bantu pasien dalam pemenuhan ADL .
Meminimalkan aktivitas pasien pada
kondisi yang memerlukan istirahat maksimal dan membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhannya.
-
Hindari peningkatan tekanan abdomen, contoh mengejan pada saat defekasi.
Aktivitas yang memerlukan ,menahan nafas
dan menunduk(Manuver valsavah)dapat menyebabkan bradikardi, juga menurunkan
curah jantung, dan takikardi dengan peningkatan TD.
-
Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas
atau memerlukan pelaporan pada perawat / dokter.
Palpitasi , nadi tak teratur, adanya
neyri dada yang meningkat atau dispnea dapat mengindikasikan kebutuhan
perubahan kondisi pasien.
Evaluasi
-
Didapat peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/maju dengan frekuensi
jantung / irama dan TD dalam batas normal pasien dan kulit hangat, merah muda ,
dan kering.
-
Kebutuhan ADL pasien dapat terpenuhi secara mandiri atau dibantu.